Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pentingnya Ibadah Puasa

Allah SWT, telah mempertemukan kita dengan bulan yang penuh berkah ini yaitu bulan Ramadhan yang saat ini adalah bertepatan dengan tahun 1437 H.

Selama hidupnya, Rasulullah saw. hanya berpuasa Ramadhan sebanyak 9 kali. Bisa jadi, puasa Ramadhan kita lebih banyak dari puasa Rasulullah. Nah, sampai sejauh ini, pernahkah kita bertanya: buat apa sih kita berpuasa? Mumpung kita masih berada pada hari pertama puasa, tidak ada salahnya kita bertanya seperti itu.

Banyak alasan mengapa kita perlu berpuasa. Beberapa di antara alasan itu adalah sebagai berikut.

Pertama, sebagai bentuk self-assesment (penilaian sendiri) apakah kita termasuk orang beriman atau tidak. Perhatikan, dalam surat al-Baqarah ayat 183, perintah puasa dimulai dengan lafaz iman, yaitu Ya ayyuhalladzina amanu – wahai orang beriman. Hal ini untuk membangkitkan rasa keimanan yang berada di dalam hati kaum muslim. Jika rasa iman bersarang dalam hati kita, maka seruan Allah itu akan terasa manis. Jika sebaliknya, maka puasa terasa berat.

Adalah para sahabat Rasulullah yang jika dibacakan kepada mereka ayat yang dimulai dengan lafaz Ya ayyuhalladzina amanu, maka mereka akan pasang kuping. Mengapa? Karena setelah seruan itu, pasti ada sesuatu hal penting yang perlu diperhatikan.

Nah, ayat puasa juga seperti itu. Jadi, tidak perlu heran dengan orang-orang yang tanpa malu makan/minum seenaknya di depan umum pada bulan Ramadhan. Kalaupun ada kaum muslim yang tidak berpuasa karena alasan yang dibenarkan (seperti sakit, haid, sudah tua) maka mereka hendaknya tidak melakukannya secara demonstratif. Hormatilah bulan Ramadhan, yang merupakan salah satu syi‘ar Allah. Orang yang menghormati syi‘ar Allah, tanda hatinya masih menyimpan benih ketakwaan (lihat al-Quran surat al-Hajj ayat 32)

Beruntunglah orang yang menyambut seruan Allah itu dengan sukacita. Itu tanda keimanan masih bersarang di dalam hati.

Kedua, puasa Ramadhan menanamkan harga diri kita bahwa kita, kaum Muslim, adalah umat yang paling konsisten menjaga kontinuitas ajaran-ajaran agama langit. Perhatikan, firman Allah, ‘Telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan pula kepada generasi terdahulu’ (al-Baqarah ayat 183).

Ayat ini mengisyaratkan bahwa ibadah puasa bukanlah ibadah baru, yang hanya dikhususkan untuk umat muslim. Umat-umat Nabi terdahulu juga dibebani perintah berpuasa. Begitu pula, umat Yahudi dan umat Nashrani, juga dibebani perintah berpuasa. Namun, apakah dua umat ini konsisten menjalankan perintah puasa?

Diriwayatkan dari Hasan al-Bashri rahimahullah, bahwa ia berkata, ‘Sesungguhnya Allah telah mewajibkan puasa Ramadhan kepada kaum Yahudi dan Nashrani. Namun, kaum Yahudi meninggalkan puasa di bulan ini. Mereka hanya berpuasa satu hari dalam satu tahun, yaitu pada hari Firaun tenggelam dan Bani Israil selamat. Adapun kaum Nashrani juga melakukan puasa Ramadhan. Namun, pada saat itu udaranya sangat panas, sehingga mereka mengalihkan puasa Ramadhan itu di bulan lain, yaitu di bulan Rabi‘ (musim semi). Lalu para rahib mereka mengeluarkan fatwa, ‘Kita perlu menambahkan puasa 20 hari lagi, sebagai tebusan terhadap perbuatan kita ini’. Maka, mereka berpuasa selama 50 hari. Inilah yang dimaksudkan Allah swt, ‘Mereka menjadikan cendekiawan dan para rahib mereka sebagai tuhan tandingan bagi Allah’ (surat at-Tawbah ayat 31)

Bagaimana dengan kita kaum Muslim? Kita hanya berpuasa satu bulan. Tidak lebih. Maksimal 30 hari, dan minimal 29 hari. Umat Muslim tidak pernah mengganti puasa Ramadhan (apakah bersamaan dengan musim panas, semi atau penghujan) pada bulan-bulan lainnya. Itu artinya kita adalah umat yang konsisten menjalankan perintah puasa Ramadhan.

Ketiga, kita perlu berpuasa untuk mengingatkan akan nikmat terbesar dalam hidup kita, yaitu nikmat turunnya al-Quran, yang membawa prinsip-prinsip kebahagiaan hidup. Atas dasar itulah, Allah berfirman, ‘Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran, yang berfungsi sebagai petunjuk-hidup (hudan) bagi manusia dan penjelasan (bayyinat) terhadap petunjuk-hidup itu, dan juga sebagai pembeda (furqan) antara yang benar dan yang salah’ (al-Baqarah ayat 185)

Sesungguhnya, tidak ada buku yang begitu mencerahkan dan praktis untuk kita amalkan, kecuali al-Quran. Begitu hebatnya al-Quran, maka tidak heran selalu saja ada orang-orang yang membuat al-Quran palsu. Namun, keaslian al-Quran akan terjaga sampai hari Kiamat, karena itu adalah janji Allah swt. Meskipun demikian, kaum Muslim tetap perlu mempelajari al-Quran dengan baik. Kata Rasulullah saw., ‘Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suat kaum dengan al-Quran dan menjatuhkan derajat kaum yang lain juga dengan al-Quran’.

Keempat, kita perlu berpuasa agar kita tidak memperturutkan ambisi perut dan kemaluan kita. Sesungguhnya, semua kerusakan di dunia sebagian besar karena dua ambisi itu.

Imam al-Ghazali rahimahullah berkata, ‘Ketahuilah, sesungguhnya pangkal segala kerusakan bersumber dari syahwat perut. Dari syahwat perut, muncul syahwat seks. Karena syahwat perut, Adam keluar dari surga. Karena syahwat perut, orang berlomba-lomba mengejar dunia secara berlebihan’.

Apakah ada hubungan antara perilaku konsumtif dengan syahwat perut? Apakah ada hubungan antara korupsi dengan syahwat perut? Apakah ada hubungan antara perilaku free sex dengan syahwat kemaluan?

Jawabannya kita sudah tahu.

Nabi Yusuf alayhissalam adalah public figure yang senang berpuasa, padahal ia berada di puncak kekuasaan. Karena kebiasaannya ini, banyak orang bertanya, ‘Mengapa Anda masih senang berpuasa, padahal Anda adalah orang yang menguasai perbendaharaan negara?’ Yusuf menjawab, ‘Jika aku kenyang, aku takut menjadi lupa dengan orang-orang lapar’.

Subhanallah… Andai saja para pemimpin kita, mulai dari level lingkungan sampai level kenegaraan, mau mencontoh perilaku Yusuf alayhissalam, maka betapa harmonisnya hidup manusia.

Nah, puasa mengajarkan kita untuk menyeimbangkan dua syahwat itu: syahwat perut dan syahwat seks.

Kelima, puasa mengajak kita untuk memberikan waktu barang sejenak untuk membersihkan kotoran-kotoran ruhani kita. Siapakah manusia yang tidak pernah salah?

Ramadhan adalah training massal yang mencuci kotoran-kotoran yang menempel di dinding hati kita. Ramadhan memberi kesempatan kepada kita untuk mendekatkan diri kepada Allah, curhat kepada-Nya, dan memohon rahmat dan ampunan dari-Nya. Ramadhan adalah ghayts al-qulub – rintik hujan yang membasahi keringnya hati.

Mudah-mudahan Ramadhan kali ini menjadi salah satu Ramadhan terbaik kita. Amin.

1 komentar untuk "Pentingnya Ibadah Puasa "

close