Pelajaran dalam QS. Al Kautsar tentang Nikmatnya Berqurban
Perintah Berqurban bagi Umat islam telah disebutkan oleh Allah SWT. dalam Quran Surat Al Kautsar.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (Q.S.
Al-Kautsar: 1-3).
Sebab Turun
Menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Surat Al-Kautsar turun karena adanya anggapan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
lemah oleh pengikutnya sedikit. Lebih-lebih ditandai dengan
meninggalnya putera-putera Nabi, yang laki-laki, yaitu Al-Qasim
(meninggal di Makkah) dan Ibrahim (meninggal di Madinah). Hingga
orang-orang kafir pun merasa bergembira atas hal itu, senang atas duka
cita yang menimpa Muslimin, serta menganggap keturunan Nabi telah
terputus.
Secara khusus, ada peristiwa, saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
masuk ke Masjidil Haram melalui pintu Shafa, kemudian keluar melalui
pintu Marwah. Lalu beliau bertemu dengan Ash Bin Wail As-Sahmiy.
Kemudian Al-Ash menemui Quraisy dan mereka bertanya, “Siapa yang kamu
temui barusan Wahai Abu Amr?” Lalu Al Ash menjawab, “Dia adalah Al-Abtar
(yang terpurus).” Maksudnya adalah yaitu Nabi Muhammad. Maka Allah pun
menurunkan Surat Al-Kautsar.
Turunnya surat ini sesaat saat Nabi tertidur dalam keadaan tidur ringan (tidak nyenyak). Seperti dalam shahih Muslim dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa suatu saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di
sisi kami dan saat itu beliau tertidur sesaat. Lantas beliau bangun,
mengangkat kepalanya dan tersenyum. Kami pun bertanya, “Mengapa engkau
tersenyum, wahai Rasulullah?” (Beliau menjawab), “Baru saja turun
kepadaku suatu surat (Al-Kautsar).” Lalu beliau membacanya.
Turunnya Surat Al-Kautsar ini sebagai jawaban dan hiburan dari Allah bahwa sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
adalah orang yang kuat dan keluar sebagai pemenang melawan orang-orang
kafir, serta pengikutnya pun akan bertambah banyak dan tersebar ke
seluruh penjuru dunia. Juga penegasan bahwa meninggalnya putera-putera
Nabi tidaklah melemahkan kepribadiannya dan tidak menjadikan
keturunannya terputus. Justru orang-orang kafirlah yang pada hakikatnya
terputus alias namanya tidak disebut-sebut lagi serta jauh dari segala
kebaikan.
Ahmad Musthafa Al-Maraghi menguatkan, surat ini turun dikarenakan
kaum Musyrikin Makkah dan kaum Munafik Madinah senantiasa mencela dan
mengejek Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan
tuduhan-tuduhan bahwa para pengikut Nabi itu hanya terdiri dari
orang-orang biasa dan lemah. Tidak ada seorang pun dari kalangan
pemimpin, orang terhormat kaum cendekiawan dan orang-orang yang
terpandang di masyarakat.
Kemudian turunlah Surat Al-Kautsar ini, yang artinya: “Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat
karena Rabb-mu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang
membenci kamu dialah yang terputus.”
Surat ini untuk menguatkan pendirian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
di samping menegaskan bahwa apa yang dituduhkan oleh oleh orang-orang
kafir itu adalah omong kosong belaka dan sama sekali tidak ada
bukti-buktinya.
Muhammad Abduh menambahkan sebuah riwayat bahwa beberapa orang kafir Quraisy yang suka mengejek Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
seperti Al-Ash bin Wa’il, Uqbah bin Abi Mu’aith, Abu Lahab dan beberapa
lagi lainnya, setelah mengetahui putera-putera Nabi meninggal dunia,
mereka berkata, “Muhammad telah terputus.” Yakni tidak ada lagi yang
sebutan tentangnya melalui putera-puteranya setelah ia wafat kelak.
Maka, surat ini dinamakan Makkiyah (turun di Makkah).
Keadaan seperti itu mereka anggap sebagai suatu cacat cela yang
mereka gunjingkan dan mereka jadikan alat untuk menghilangkan simpati
kepada Nabi dan para pengikutnya. (Demikian menurut sumber Asbabun Nuzul oleh K.H.Shale, dkk).
Pada riwayat lain disebutkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari
Sa’id bin Jubair bahwa ayat ini (ayat ke-2) turun pada peristiwa
Hudaibiyah, ketika Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah dan
memerintahkan salat (Idul Adha) dan berkuban.
Dalam ayat, “Maka dirikanlah salat karena Rabb-mu, dan berkurbanlah.”
Hingga dikatakan ayat yang kedua ini disebut turun di Madinah.
Nikmat yang Banyak
Pada ayat pertama disebutkan:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.”
Di sini ada kata “Al-Kutsar”, yang diartikan sebagai nikmat yang banyak.
Ada pula pengertian secara khusus bahwa Al-Kautsar artinya adalah
telaga di surga yang dijanjikan kepada Nabi dan umatnya yang taat.
Namun, ini juga tidak bertentangan, sebab telaga di surga pun bagian
dari nikmat yang banyak.
Ini seperti penjelasan Ibnu Abbas bahwa Al-Kautsar adalah telaga yang
berada di tengah-tengah surga yang dikelilingi oleh mutiara dan
permata, serta dilengkapi para bidadari yang cantik menawan serta
pembantu-pembantu yang melayani kebutuhan penghuninya.
Makna lain dari Al-Kautsar diuraikan oleh Ibnul Jauzi yang merinci 6 (enam) pendapat mengenai makna Al-Kautsar, yaitu:
1. Telaga sungai di surga.
2. Kebaikan yang banyak yang diberikan pada Nabi.
3. Ilmu dan Al Qur’an.
4. Nubuwwah (kenabian).
5. Banyaknya pengikut dan umat Nabi.
6. Telaga di syurga khusus untuk Nabi, yang juga banyak dikunjungi umatnya kelak.
Syaikh Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali menjelaskan lebih banyak lagi pengertian Al-Kautsar, yaitu ada 17 (tujuh belas):
- Sungai di surga.
- Telaga Nabi di Mahsyar.
- Kenabian dan kitab suci.
- Al-Quran.
- Al-Islam.
- Kemudahan memahami Al-Quran dan aturan syariat.
- Banyaknya sahabat, ummat dan kelompok pembela Nabi.
- Pengutamaan Nabi di atas orang lain.
- Meninggikan sebutan Nabi.
- Sebuah cahaya iman di hati Nabi.
- Syafaat Nabi.
- Mukjizat-mukjizat Allah kepada nabi.
- Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, Muhammad adalah utusan Allah.
- Pemahaman terhadap agama Islam.
- Salat lima waktu.
- Perkara yang agung.
- Kebaikan yang merata yang Allah berikan kepada Nabi.
Kesemuanya masih dalam rangkaian nikmat yang banyak. Sehingga dengan semua pengertian itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
tidak perlu bersedih atas meninggalnya putera-puteranya, tidak perlu
lemah atas ejekan orang-orang kafir, serta tidak termasuk orang yang
terputus. Justru orang-orang kafirlah yang terputus dari
kebaikan-kebaikan Allah.
Salat dan Berkurban
Syaikh Musthafa Al-‘Adawy menyebutkan bahwa orang yang berada dalam
fitrah yang selamat, tentu ketika diberi nikmat yang banyak, akan
dibalas dengan perwujudan syukur. Dalam hal ini dilakukan dengan
melaksanakan shalat (Idul Adha) dan berqurban.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya; “Maka dirikanlah salat karena Rabb-mu, dan berkurbanlah.”
Perkataan “Karena Rabb-mu” menunjukkan bahwa jadikanlah salat, baik
shalat pada umumnya, maupun secara khusus salat Idul Adha, hanya karena
Allah dan jangan ada niatan untuk yang selain-Nya. Begitu pula
jadikanlah sembelihan kurban itu dengan ikhlas karena Allah.
Jangan seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, di mana
mereka melakukan sujud kepada selain Allah dan melakukan penyembelihan
atas nama selain Allah.
Bahkan seharusnya shalatlah karena Allah dan lakukanlah sembelihan
itu adalah atas nama Allah. Sebagaimana Allah sebutkan di dalam ayat:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ
أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku (ibadahku), hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu
bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku
adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (Q.S.
Al An’am [6]: 162-163).
Imam Qatadah berpendapat bahwa yang dimaksud shalat di sini adalah shalat Idul ‘Adha. Adapun maksud ‘nahar’ adalah penyembelihan pada hari-hari Idul Adha (tanggal 9 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Maka, bagi orang yang memiliki kemampuan pad hari-hari tersebut untuk
berkurban, maka berkurbanlah, karena berbagai keutamaan di dalamnya.
Pembenci Nabi, Merekalah yang Terputus
Ayat terakhir dari Surat Al-Kautsar menyebutkan:
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”
Yang dimaksudkan ayat ini adalah orang-orang yang membenci dan memusuhi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pada akhirnya merekalah yang terputus dan tidak ada lagi penyebutan (pujian) untuknya setelah matinya.
Orang-orang kafir Quraisy menyatakan Nabi tidak lagi memiliki
keturunan laki-laki karena semuanya meninggal dunia, dan dianggap
terputus. Maka Allah pun membalasnya dengan meninggikan pujian bagi
Nabi. Nabi dipuji bahkan disebut tanpa putus, oleh orang-orang terdahulu
dan belakangan di tempat yang tinggai hingga hari pembalasan.
Kita umat Islam yang jumlahnya miliaran, yang sebagian jutaan di
tanah suci menunaikan ibadah haji. Semuanya membacakan salat kepada Nabi
Muhammad di dalam salat, yakni saat tahiyyat (awal dan akhir) pada
salat.
Ibnu Katsir di dalam Tafsir Al-Quranul Karim menjelaskan ayat ini bahwa yang dimaksud “al-abtar” adalah
jika seseorang meninggal dunia, maka ia tidak akan lagi disebut-sebut
(disanjung-sanjung). Inilah kejahilan orang-orang musyrik. Mereka sangka
bahwa jika anak laki-laki seseorang mati, dalam hal ini yang menimpa
Nabi, maka ia pun tidak akan disanjung-sanjung. Padahal tidak demikian.
Bahkan Nabi yang tetap dipuji dan disebut. Syariat Nabi tetap berlaku
selamanya, hingga hari kiamat saat manusia dikumpulkan dan kembali.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menguatkan, surat ini sungguh
berisi penjelasan mengenai nikmat yang diberikan oleh Allah kepada
Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu beliau dikaruniakan kebaikan yang banyak.
Kemudian di dalamnya berisi perintah untuk mengerjakan salat dan
berkurban, juga maksudnya ibadah lainnya, harus dikerjakan atas dasar
ikhlas karena Allah.
Kemudian terakhir dijelaskan bahwa siapa yang membenci Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan membenci satu saja dari ajaran Nabi, merekalah yang nantinya terputus yaitu tidak mendapatkan kebaikan dan barakah. Wallahu a’lam.
Sumber : http://www.mirajnews.com/
Posting Komentar untuk "Pelajaran dalam QS. Al Kautsar tentang Nikmatnya Berqurban"