Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Shalat Jamak dan Qashar

Adakalanya kita mengadakan perjalanan jauh atau berpergian yang membutuhkan waktu perjalananya yang panjang, misalnya naik pesawat terbang, kapal laut, karyawisata, mengunjungi kakek dan nenek di kampung halaman atau keperluan lainnya. Hal itu menyebabkan kita sering menjumpai kesulitan untuk melakukan ibadah sholat. Padahal sholat merupakan kewajiban umat Islam yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun juga. Kasih sayang Allah kepada umat Islam sedemikian besar dengan cara memberikan rukhsah dalam melaksanakan sholat dengan cara jamak dan qasar dengan syarat-syarat tertentu. Apa sajakah itu? Mari kita pelajari materi berikut ini.
Orang yang sedang bepergian itu dibolehkan memendekkan shalat atau meringkas shalat yang jumlah shalatnya empat raka’at menjadi dua raka’at (shalat qashar). Dibolehkan pula mengumpulkan shalat dalam satu waktu, shalat dhuhur dengan ashar - maghrib dengan isya’ (shalat jama’). Sedangkan shalat subuh tidak bisa diqoshor maupun dijama’ tapi untuk shalat maghrib bisa dijama’ dan tidak bisa diqoshor.
Men-jama' shalat ada 2. Bila dilakukan waktu shalat yamg awal (misalnya Dhuhur dan Ashar dilakukan pada waktu Dhuhur), maka dinamakan jama' takdim dan bila dilakukan pada waktu yang kedua (seperti Dhuhur dan Ashar dilakukan pada waktu ashar) maka disebut jama' ta'khir.

I. PENGERTIAN SHOLAT JAMA'
Shalat yang digabungkan, yaitu mengumpulkan dua shalat fardhu yang dilaksanakan dalam satu waktu. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur atau pada waktu Ashar. Shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan pada waktu Maghrib atau pada waktu Isya’.

Sedangkan Subuh tetap pada waktunya dan tidak boleh digabungkan dengan shalat lain. Shalat Jama' ini boleh dilaksankan karena bebrapa alasan (halangan) berikut ini :
 a. Dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat
 b. Apabila turun hujan lebat
 c. Karena sakit dan takut
 d. Jarak yang ditempuh cukup jauh, yakni kurang lebihnya 81 km (begitulah yang disepakati oleh sebagian Imam Madzhab sebagaimana disebutkan dalam kitab AL-Fikih, Ala al Madzhabhib al Arba’ah, sebagaimana pendapat para ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali).
 
Tetapi sebagian ulama lagi berpendapat bahwa jarak perjalanan (musafir) itu sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau dua marhalah, yaitu 16 (enam belas) Farsah, sama dengan 138 (seratus tiga puluh delapan) km.

Menjama’ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya, baik musafir atau bukan dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi dilakukan ketika diperlukan saja. (lihat Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/308-310 dan Fiqhus Sunnah 1/316-317).

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa qashar shalat hanya disebabkan oleh safar (bepergian) dan tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak safar. Adapun jama’ shalat disebabkan adanya keperluan dan uzur. Apabila seseorang membutuhkannya (adanya suatu keperluan) maka dibolehkan baginya melakukan jama’ shalat dalam suatu perjalanan jarak jauh maupun dekat, demikian pula jama’ shalat juga disebabkan hujan atau sejenisnya, juga bagi seorang yang sedang sakit atau sejenisnya atau sebab-sebab lainnya karena tujuan dari itu semua adalah mengangkat kesulitan yang dihadapi umatnya.” (Majmu’ al Fatawa juz XXII hal 293).

Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama’ shalatnya adalah musafir ketika masih dalam perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan (HR. Bukhari, Muslim), turunnya hujan (HR. Muslim, Ibnu Majah dll), dan orang sakit. (Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/310, Al Wajiz, Abdul Adhim bin Badawi Al Khalafi 139-141, Fiqhus Sunnah 1/313-317).

Berkata Imam Nawawi Rahimahullah : ”Sebagian Imam (ulama) berpendapat bahwa seorang yang mukim boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asalkan tidak dijadikan sebagai kebiasaan.” (lihat Syarah Muslim, imam Nawawi 5/219 dan Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz 141).


Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma berkata, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan safar (dalam riwayat lain; tanpa sebab takut dan hujan). Ketika ditanya hal itu kepada Ibnu Abbas beliau menjawab : ”Bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak ingin memberatkan umatnya.” (HR.Muslim dll. Lihat Sahihul Jami’ 1070).

Shalat Jama' Dapat Dilaksanakan dengan 2 (dua) Cara :
1. Jama' Taqdim (Jama' yang didahulukan) yaitu menjama' 2 (dua) shalat dan melaksanakannya pada waktu shalat yang pertama. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan pada waktu Dzuhur atau shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan pada waktu Maghrib.

Syarat Sah Jama' Taqdim :
a. Berniat menjama' shalat kedua pada shalat pertama
b. Mendahulukan shalat pertama, baru disusul shalat kedua
c. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting
d. Niat jama' yang dibarengkan dengan Takbiratul Ihram shalat yang pertama, misalnya Dhuhur.

2. Jama' Ta’khir (Jamak yang diakhirkan), yaitu menjamak 2 (dua) shalat dan melaksanakannya pada waktu shalat yang kedua. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan pada waktu Ashar atau shalat Maghrib dan shalat Isya’ dilaksanakan pada waktu shalat Isya’.

Syarat Sah Jama' Ta’khir :
a. Niat (melafazhkan pada shalat pertama) yaitu : ”Aku ta’khirkan shalat Dzuhurku diwaktu Ashar.”
b. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting.
 
Catatan :
Dalam Jama' ta’khir tidak disyaratkan mendahulukan shalat pertama atau shalat kedua. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar boleh mendahulukan Ashar baru Dzuhur atau sebaliknya. Muadz bin Jabal menerangkan bahwasanya Nabi SAW dipeperangan Tabuk, apabila telah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau kumpulkan antara Dzuhur dan Ashar dan apabila beliau ta’khirkan shalat Ashar. Dalam shalat Maghrib begitu juga, jika terbenam matahari sebelum berangkat, Nabi SAW mengumpulkan Maghrib dengan Isya’ jika beliau berangkat sebelum terbenam matahari beliau ta’khirkan Maghrib sehingga beliau singgah (berhenti) untuk Isya’ kemudian beliau menjama'kan antara keduanya.

HUKUM MENJAMA’ SHOLAT JUM’AT DENGAN ASHAR
Tidak diperbolehkan menjama’ antara shalat Jum’at dengan shalat Ashar dengan alasan apapun baik musafir, orang sakit, turun hujan atau ada keperluan lain. Walaupun dia adalah orang yang diperbolehkan menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar.

Hal ini disebabkan tidak adanya dalil tentang menjama’ antara Jum’at dan Ashar, dan yang ada adalah menjama’ antara Dhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya’. Jum’at tidak bisa diqiyaskan dengan Dhuhur karena sangat banyak perbedaan antara keduanya. Ibadah harus dengan dasar dan dalil, apabila ada yang mengatakan boleh maka silahkan dia menyebutkan dasar dan dalilnya dan dia tidak akan mendapatkannya karena tidak ada satu dalilpun dalam hal ini.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : “Barangsiapa membuat perkara baru dalam urusan kami ini (dalam agama) yang bukan dari padanya (tidak berdasar) maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
 
Dalam riwayat lain : “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami (tidak ada ajarannya) maka amalannya tertolak.” (HR.Muslim).

Jadi kembali pada hukum asal, yaitu wajib mendirikan shalat pada waktunya masing-masing kecuali apabila ada dalil yang membolehkan untuk menjama’ dengan shalat lain.(Lihat Majmu’ Fatawa Syaihk Utsaimin 15/369-378).

HUKUM MUSAFIR SHALAT DIBELAKANG MUKIM
Shalat berjama’ah adalah wajib bagi orang mukim ataupun musafir, apabila seorang musafir shalat dibelakang imam yang mukim maka dia mengikuti shalat imam tersebut yaitu 4 raka’at, namun apabila ia shalat bersama-sama musafir maka shalatnya di qashar (dua raka’at). Hal ini didasarkan atas riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma. Berkata Musa bin Salamah : Suatu ketika kami di Makkah (musafir) bersama Ibnu Abbas, lalu aku bertanya :”Kami melakukan shalat 4 raka’at apabila bersama kamu (penduduk Makkah), dan apabila kami kembali ke tempat kami (bersama-sama musafir) maka kami shalat dua raka’at?” Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma menjawab: “Itu adalah sunnahnya Abul Qasim (Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam).” (Riwayat Imam Ahmad dengan sanad shahih. Lihat Irwa’ul Ghalil no 571 dan Tamamul Minnah, Syaikh AL ALbani 317).

HUKUM MUSAFIR MENJADI IMAM MUKIM
Apabila musafir dijadikan sebagai imam orang-orang mukim dan dia meng-qashar shalatnya maka hendaklah orang-orang yang mukim meneruskan shalat mereka sampai selesai (4 raka’at), namun agar tidak terjadi kebingungan hendaklah imam yang musafir memberi tahu makmumnya bahwa dia shalat qashar dan hendaklah mereka (makmum yang mukim) meneruskan shalat mereka sendiri-sendiri dan tidak mengikuti salam setelah dia (imam) salam dari dua raka’at. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ketika berada di Makkah (musafir) dan menjadi imam penduduk Makkah, beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkata : “Sempurnakanlah shalatmu (4 raka’at) wahai penduduk Makkah! Karena kami adalah musafir.” (HR. Abu Dawud). Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam shalat dua-dua (qashar) dan mereka meneruskan sampai empat raka’at setelah beliau salam. (lihat Al Majmu Syarah Muhadzdzab 4/178 dan Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/269).

Apabila imam yang musafir tersebut khawatir membingungkan makmumnya dan dia shalat 4 raka’at (tidak meng-qashar) maka tidaklah mengapa karena hukum qashar adalah sunnah mu’akkadah dan bukan wajib. (lihat Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah bin Abdir Rahman Al Bassam 2/294-295).

HUKUM SHALAT JUM’AT BAGI MUSAFIR
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada shalat jum’at bagi musafir, namun apabila musafir tersebut tinggal disuatu daerah yang diadakan shalat Jum’at maka wajib atasnya untuk mengikuti shalat Jum’at bersama mereka. Ini adalah pendapat imam Malik, imam Syafi’i, Ats Tsauriy, Ishaq, Abu Tsaur, dll. (lihat AL Mughni, Ibnu Qudamah 3/216, Al Majmu’ Syar Muhadzdzab, Imam Nawawi 4/247-248, lihat pula Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/370).

Dalilnya adalah bahwasanya Nabi Muhammad SAW apabila safar (bepergian) tidak shalat jum’at dalam safarnya, juga ketika haji wada’, beliau SAW tidak melaksanakan shalat Jum’at dan menggantinya dengan shalat Dhuhur yang dijama’ dengan Ashar. (lihat Hajjatun Nabi SAW Kama Rawaaha Anhu Jabir, karya Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani hal 73). Demikian pula para Khulafaur Rasyidin (4 khalifah) Radhiallahu Anhum dan para sahabat lainnya serta orang-orang yang setelah mereka, apabila safar tidak shalat Jum’at dan menggantinya dengan Dhuhur. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).

Dari Al Hasan Al Basri, dari Abdur Rahman bin Samurah berkata : “Aku tinggal bersama dia (Al Hasan Al Basri) di Kabul selama dua tahun meng-qashar shalat dan tidak shalat Jum’at.”

Sahabat Anas Radhiallahu Anhu tinggal di Naisabur selama satu atau dua tahun, beliau tidak melaksanakan shalat Jum’at.

Ibnul Mundzir Rahimahullahu menyebutkan bahwa ini adalah Ijma’ (kesepakatan para ulama) yang berdasar hadist shahih dalam hal ini sehingga tidak diperbolehkan menyelisihinya. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).

II. PENGERTIAN SHOLAT QASHAR
Shalat yang diringkas, yaitu shalat fardhu yang 4 (empat) rakat (Dzuhur, Ashar dan Isya’) dijadikan 2 (dua) rakaat, masing-masing dilaksanakan tetap pada waktunya. Sebagaimana menjamak shalat, meng-qashar shalat hukumnya sunnah. Dan ini merupakan rushah (keringanan) dari Allah SWT bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan tertentu.

Syarat Meng-qashar :
1. Bepergian yang bukan untuk tujuan maksiat
2. Jauh perjalanan minimal 88,5 km
3. Shalat yang di-qashar adalah ada' (bukan qadla') yang empat rakaat.
4. Tidak boleh bermakmum pada orang yang shalat sempurna (tidak di-qashar).

Perhatikan Hadist Nabi SAW :
”Rasulullah SAW tidak bepergian, melainkan mengerjakan shalat dua raka’at saja sehingga beliau kembali dari perjalanannya dan bahwasanya beliau telah bermukim di Mekkah di masa Fathul Mekkah selama delapan belas malam, beliau mengerjakan shalat dengan para Jama’ah dua raka’at kecuali shalat Maghrib. Kemudian bersabda Rasulullah SAW : ”Wahai penduduk Mekkah, bershalatlah kamu sekalian dua raka’at lagi, kami adalah orang-orang yang dalam perjalanan.” (HR. Abu Daud).

Sedangkan Cara Melaksanakan Shalat Qashar :
1. Niat shalat qashar ketika takbiratul ihram.
2. Mengerjakan shalat yang empat rakaat dilaksanakan dua rakaat kemudian salam.

Firman Allah SWT :
”Bila kamu mengadakan perjalanan dimuka bumi, tidaklah kamu berdosa jika kamu memendekkan shalat...” (QS. An-Nisa: 101).

Nabi SAW bersabda :
”Dari Ibnu Abbas R.A. ia berkata : ”Shalat itu difardhu-kan atau diwajibkan atas lidah Nabimu didalam hadlar (mukim) empat rakaat, didalam safar (perjalanan) dua rakaat dan didalam khauf (keadaan takut/perang) satu rakaat.” (HR. Muslim).

JARAK DIPERBOLEHKAN MENG-QASHAR SHOLAT
Qashar hanya boleh dilakukan oleh Musafir baik safar dekat atau safar jauh, karena tidak ada dalil yang membatasi jarak tertentu dalam hal ini, jadi seseorang yang bepergian boleh melakukan qashar apabila bepergiannya bisa disebut safar menurut pengertian umumnya. sebagian ulama memberikan batasan dengan safar yang lebih dari 80 km agar tidak terjadi kebingungan dan tidak rancu, namun pendapat ini tidak berdasarkan dalil shahih yang jelas. (lihat Al Muhalla, Ibnu Hazm 21/5, Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim 1/481, Fiqhua Sunnah, Sayyid Sabiq 1/307-308, As Shalah, Prof. Dr. Abdullah Ath Thayyar 160-161, Al Wajiz, Abdul Adhim Al Khalafi 138).

Apabila terjadi kerancuan dan kebingungan dalam menentukan jarak atau batasan diperbolehkannya meng-qashar shalat maka tidak mengapa kita mengikuti pendapat yang menentukan jarak dan batasan tersebut-yaitu sekitar 80 atau 90 Km, karena pendapat ini juga merupakan pendapat para Imam dan Ulama yang layak ber-ijtihad. (lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/265).
Seorang musafir diperbolehkan meng-qashar shalatnya apabila telah meninggalkan kampung halamannya sampai dia pulang kembali ke rumahnya. (Al Wajiz, Abdul ‘Adhim Al Khalafi 138).

Berkata Ibnu Mundzir : “Aku tidak mengetahui (satu dalil-pun) bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam meng-qashar dalam safarnya melainkan setelah keluar (meninggalkan) kota Madinah.”

Berkata Anas Radhiallahu ‘Anhu : “Aku shalat bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di kota Madinah 4 raka’at dan di Dzul Hulaifah (luar kota Madinah) dua raka’at.” (HR. Bukhari, Muslim dll).

III. SYARAT DAN KETENTUAN SHOLAT JAMAK QOSHOR
Salah satu rukhsah/keringanan yang Allah berikan kepada umat muslim adalah adanya kebolehan mengqashar (meringkas) shalat yang terdiri dari empat rakaat menjadi dua rakaat serta menjamak shalat dalam dua waktu dikerjkan dalam satu waktu.

Beberapa Ketentuan Sholat Qashar :
1. Kebolehan qashar shalat hanya berlaku bagi musafir/orang dalam perjalanan yang jarak perjalanan yang ditempuh dipastikan mencapai 2 marhalah; 16 parsakh atau 48 mil.

Dalam menentukan berapa kadar 2 marhalah terjadi perbedaan pendapat yang tajam dikalangan para ulama. Sebagian kalangan berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 138,24 km (ini berdasarkan analisa atas pendapat bahwa 1 mil 6.000 zira` san satu zira` 48 cm)
Pendapat lain berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 86,4 km, pendapat ini berdasarkan kepada pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Abdil Bar bahwa kadar 1 mil adalah 3.500 zira`. 1 Zira` 48 cm. Selain itu ada juga beberapa pandangan yang lain.
Shafar/perjalanan yang dibolehkan qashar shalat adalah
  • Safar/perjalanan yang hukumnya mubah, sedangkan safar dengan tujuan untuk berbuat maksiat (ma`shiah bis safr) misalnya perjalanan dengan tujuan merampok, berjudi dll) tidak dibolehkan untuk mengqashar shalat. Baru dikatakan safar maksiat (ma`shiah bis safr) bila tujuan dari perjalanannya memang untuk berbuat maksiat, sedangkan bila tujuan dasar perjalanannya adalah hal yang mubah namun dalam perjalanan ia melakukan maksiat (ma`shiat fis safr)  maka safar yang demikian tidak dinamakan safar maksiat sehingga tetap berlaku baginya rukhsah qashar shalat dan rukhsah yag lain selama dalam perjalanan tersebut.
  • Perjalanannya tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga seorang yang berjalan tanpa arah tujuan yang jelas tidak dibolehkan qashar shalat.
  • Perjalanan tersebut memiliki maksud yang saheh dalam agama seperti berniaga dll.

2. Telah melewati batasan daerahnya. Sedangkan apabila ia belum keluar dari kampungnya sendiri maka tidak dibolehkan baginya untuk jamak.

3. Mengetahui boleh qashar
Seseorang yang melaksanakan qashar shalat sedangkan ia tidak mengetahui hal tersebut boleh maka shalatnya tidak sah.
Ketiga ketentuan diatas juga berlaku pada jamak shalat dalam safar/perjalanan.

4. Shalat yang boleh diqashar hanya shalat 4 rakaat yang wajib pada asalnya. Adapun shalat sunat atau shalat yang wajib dengan sebab nazar tidak boleh diqashar. Sedangkan shalat luput boleh diqashar bila shalat tersebut tertinggal dalam safar/perjalanan yang membolehkan qashar, sedangkan shalat yang luput sebelum safar bila diqadha dalam masa safar maka tidak boleh diqashar. Demikian juga sebaliknya shalat yang luput dalam masa safar bila diqadha dalam masa telah habis safar maka tidak boleh diqashar.[1]

5. Wajib berniat qashar ketika takbiratul ihram. Contoh lafadh niatnya adalah:
اصلى فرض الظهر مقصورة
“saya shalat fardhu dhuhur yang diqasharkan”

Bila ia berniat qashar setelah takbiratul iharam maka tidak dibolehkan untuk qashar shalat.

6. Tidak mengikuti orang yang mengerjakan shalat secara sempurna (4 rakaat) walaupun hanya sebentar. Bila ia sempat mengikuti imam yang mengerjkan shalat secara sempurna maka shalatnya mesti dilakukan secara sempurna pula (4 rakaat).
7. Tidak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan niatnya mengqashar shalat, misalnya timbul niat dalam hatinya untuk mengerjkan shalat secara sempurna( 4 rakaat) atau timbul keragu-raguan dalam hatinya setelah ia berniat qashar apakah sebaiknya ia mengerjakan shalat secara sempurna atau ia qashar saja. Bila timbul hal demikian maka shalatnya wajib disempurnakan (4 rakaat). Demikian juga wajib mengerjakan shalat secara sempurna bila timbul karagu-raguan dalam hatinya tentang  niatnya apakah qashar ataupun shalat sempurna, walaupun dalam waktu cepat ia segera teringat bahwa niatnya adalah qashar.

8. Selama dalam shalat ia harus masih berstatus sebagai musafir.
Apabila dalam shalatnya hilang statusnya sebagai musafir misalnya karena kendaraan yang ia tumpangi telah sampai ke daerah tujuannya, atau ia berniat bermukim didaerah tersebut maka shalatnya tersebut wajib disempurnakan.

Shalat Jamak
Ada dua macam shalat jamak, jamak taqdim dan jamak ta`khir.  Jamak  taqdim adalah mengerjakan kedua shalat dalam waktu pertama, misalnya shalat ashar dikerjakan dalam waktu dhuhur, atau shalat isya dikerjakan dalam waktu maghrib. Sedangkan Jamak ta`khir adalah sebaliknya yaitu mengerjakan kedua shalat yang dijamak dalam waktu kedua, misalnya shalat dhuhur dikerjakan bersamaan dengan Ashar dalam waktu Ashar dan shalat maghrib dikerjakan bersamaan dengan Isya dalam waktu Isya.
Dari beberapa syarat dan ketentuan shalat jamak ada ketentuan umum yang berlaku bagi jamak taqdim dan takhir dan ada pula beberapa ketentuan khusus bagi jamak taqdim saja atau bagi jamak takhir saja.
Ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku umum baik kepada jamak takhir dan kepada jamak taqdim adalah:
  1. Jamak bagi musafir dibolehkan apabila jarak perjalanannya mencapai dua marhalah dengan ketentuan sebagaimana pada pembahasan masalah qashar shalat (ketentuan no. 1, no. 2 dan no. 3 pada qashar juga berlaku pada jamak)
  2. Shalat yang boleh dijamak adalah shalat dhuhur dengan ashar dan shalat maghrib dengan Isya, kedua shalat tersebut juga boleh diqashar beserta jamak.
Adapun Beberapa Ketentuan Khusus Bagi Jamak Taqdim :
  1. Niat jamak pada shalat pertama.Dalam shalat jamak taqdim, misalnya mengerjakan shalat dhuhur bersama ashar, ketika dalam shalat dhuhur wajib meniatkan bahwa shalat ashar dijamak dengan shalat dhuhur. Niat ini tidak diwajibkan harus dalam takbiratul ihram, tetapi boleh kapan saja selama masih dalam shalat bahkan boleh bersamaan dengan salam shalat dhuhur tersebut.
  2. Tertib, dalam mengerjakan shalat jamak taqdim harus terlebih dahulu dikerjakan shalat yang awal, misalnya dalam jamak dhuhur dengan Ashar harus terlebih dahulu dikerjakan dhuhur.
  3. Masih berstatus sebagai musafir hingga memulai shalat yang kedua
  4. Meyakini sah shalat yang pertama.
  5. Beriringan, antara kedua shalat tersebut harus dikerjakan secara beriringan. Kadar yang menjadi pemisah antara dua shalat tersebut adalah minimal kadar dua rakaat shalat yang ringan. Bila setelah shalat pertama diselangi waktu yang lebih dari kadar dua rakaat shalat ringan maka tidak dibolehkan lagi untuk menjamak shalat tersebut tetapi shalat kedua harus dikerjakan pada waktunya yang asli.
Bila ingin melaksakan shalat sunat rawatib maka terlebih dahulu shalat sunat qabliah dhuhur (misalnya menjamak maghrib dengan Isya) selanjutnya shalat fardhu Maghrib dan Isya kemudian shalat sunat ba`diyah Maghrib kemudian Qabliah Isya dan Ba`diyah Isya.

Ketentuan Khusus pada Jamak Ta'khir :
  1. Niat jamak takhir dalam waktu shalat yang pertama. Dalam jamak takhir ketika kita amsih berada dalam waktu shalat pertama kita harus mengkasadkan bahwa shalat waktu tersebut akan kita jamak ke waktu selanjutnya. Batasan waktu shalat pertama yang dibolehkan untuk diqasadkan jamak adalah selama masih ada waktu kadar satu rakaat shalat.
  2. Masih berstatus sebagai musafir hingga akhir shalat yang kedua.
Pada jamak takhir tidak disyaratkan harus tertib (boleh mengerjakan shalat dhuhur dulu atau ashar dulu pada masalah menjamak dhuhur dalam waktu ashar) serta tidak wajib beriringan/wila`, sehingga setelah mengerjakan shalat pertama boleh saja diselangi beberapa waktu kemudian baru shalat yang kedua.

Referensi :
Fathul Mu`in dan Hasyiah I`anatuth Thalibin jilid 2 hal 98-104 Cet. Tohaputra
Tanwir Qulub hal 172-175 cet. Hidayah
Sayyid Bakry Syatha, Hasyiah I`anatuth Thalibin, jilid 2 hal 99 Cet. Toha putra

SAMPAI KAPAN MUSAFIR BOLEH MENJAMAK QASHAR SHALAT
Para ulama berbeda pendapat tentang batasan waktu sampai kapan seseorang dikatakan sebagai musafir dan diperbolehkan meng-qashar (meringkas) shalat. Jumhur (sebagian besar) ulama yang termasuk didalamnya imam empat : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali Rahimahumullah berpendapat bahwa ada batasan waktu tertentu.

Al-Malikiyah & Al-Syafiiyah (3 Hari)

Dalil yang digunakan ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahih-nya bahwa Nabi saw menjadikan bagi para Muhajirin 3 hari untuk rukhshoh setelah mereka menunaikan hajinya.
لِلْمُهَاجِرِ إِقَامَةُ ثَلَاثٍ بَعْدَ الصَّدَرِ بِمَكَّةَ
"Untuk para muhajirin itu bermukim 3 hari di Mekkah setelah Shodr (menunaikan manasik)" (HR Muslim)  

Imam Syafi'i dalam kitabnya Al-Umm (1/215) menjelaskan maksud hadits ini, beliau katakan:
"mukimnya Muhajir di Mekkah itu 3 hari batasnya (sebagai musafir), maka jika melebihi itu, ia telah bermukim di Mekkah (jadi mukim yang tidak bisa dapat rukhshoh)"

Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam fathul-Baari (7/267) mengatakan bahwa istinbath hukum dari hadits Nabi tersebut adalah bahwa seorang musafir jika berniat singgah/tinggal di kota tujuan kurang dari 3 hari, ia masih berstatus sebagai musafir yang boleh jama' dan qashar sholat. Akan tetapi jika melebihi itu, tidak lagi disebut sebagai musafir.
IV. NIAT DAN TATA CARA SHOLAT JAMA’ QHASAR
Adakalanya kita mengadakan perjalanan jauh atau berpergian yang membutuhkan waktu perjalanan yang panjang, misalnya naik pesawat terbang, kapal laut, karyawisata, mengunjungi kakek dan nenek di kampung halaman atau keperluan lainnya. Hal itu menyebabkan kita sering menjumpai kesulitan untuk melakukan ibadah sholat. Padahal sholat merupakan kewajiban umat Islam yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun juga. Kasih sayang Allah SWT kepada umat Islam sedemikian besar dengan cara memberikan rukhsah dalam melaksanakan sholat dengan cara jamak dan qasar dengan syarat-syarat tertentu. Apa sajakah itu? Mari kita pelajari materi berikut ini.

Orang yang sedang bepergian itu dibolehkan memendekkan shalat atau meringkas shalat yang jumlah shalatnya empat raka’at menjadi dua raka’at (shalat qashar). Dibolehkan pula mengumpulkan shalat dalam satu waktu, shalat Dhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya’ (shalat jama’). Sedangkan shalat Subuh tidak bisa diqoshor maupun dijama’ tapi untuk shalat Maghrib bisa dijama’ dan tidak bisa diqoshor.

Men-jama' shalat ada 2. Bila dilakukan waktu shalat yang awal (misalnya Dhuhur dan Ashar dilakukan pada waktu Dhuhur), maka dinamakan jama' takdim dan bila dilakukan pada waktu yang kedua (seperti Dhuhur dan Ashar dilakukan pada waktu ashar) maka disebut jama' ta'khir.

A. SHALAT DHUHUR JAMAK TAQDIM DENGAN SHALAT ASHAR
Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Dhuhur. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar.

Niat Shalat Dhuhur Jamak Taqdim dengan Shalat Ashar

USHALLII FARDLADH DHUHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ‘ASHRI JAM'A TAQDIIMIIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Dhuhur empat rakaat dijama’ dengan Shalat Ashar dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”

Niat Shalat Ashar Jamak Taqdim dengan Shalat Dhuhur

USHALLII FARDLAL ASHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Asyar empat rakaat dijama’ dengan Shalat Dzuhur dengan jama' taqdim makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

B. SHALAT DHUHUR JAMAK TAKHIR DENGAN SHALAT ASHAR
Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Ashar. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar.

Niat Shalat Dhuhur Jamak Ta’khir dengan Shalat Ashar

USHALLII FARDLADH ‘DHUHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ASHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Dzuhur empat rakaat dijama’ dengan Shalat Asyar dengan jamak ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”

Niat Shalat Ashar Jamak Ta’khir dengan Shalat Dhuhur

USHALLII FARDLAL ‘ASHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Ashar empat rakaat dijama’ dengan Shalat Dhuhur dengan jama' ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

C. SHALAT DZUHUR QASHAR DAN SHALAT ASHAR QASHAR
Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu masing-masing. Jumlah Rakaat Shalat Dhuhur dan Shalat Ashar menjadi dua rakaat.

Niat Shalat Dhuhur Qoshor
اصلى فرض الظهرركعتين قصرا لله تعالى

USHALLII FARDLADH DHUHRI RAK’ATAINI QASRHRAN LILLAAHI TA’AALAA
“Aku niat Shalat Dhuhur dua rakaat dengan Qashar karena Allah Ta’alla”

Niat Shalat Ashar dengan Qoshor
اصلى فرض العصرركعتين قصرا لله تعالى

USHALLII FARDLAL ‘ASHRI RAK’ATAINI QASRHRAN LILLAAHI TA’AALAA
“Aku niat Shalat ‘Ashar dua rakaat dengan Qashar karena Allah Ta’alla”.

D. SHALAT DHUHUR JAMAK TAQDIM BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ASHAR
Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Dhuhur. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar. Jumlah Rakaat Shalat Dhuhur dan Shalat Ashar menjadi dua rakaat.

Niat Shalat Dhuhur Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Ashar

USHOLLI FARDLODZ-DZUHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ‘ASHRI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Dhuhur dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat ‘Ashar dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”

Niat Shalat Ashar Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Dhuhur

USHALLII FARDHAL ‘ASHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat ‘Ashar dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Dhuhur dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”.

E. SHALAT DHUHUR JAMAK TA'KHIR BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ASHAR
Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Ashar. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar. Jumlah Rakaat Shalat Dhuhur dan Shalat Ashar menjadi dua rakaat.

Niat Shalat Dhuhur Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Ashar

USHALLII FARDLADH DHUHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ‘ASHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Dhuhur dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat ‘Ashar dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”

Niat Shalat Ashar Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Dhuhur

USHALLII FARDLAL ‘ASHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat ‘Ashar dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Dhuhur dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”.

F. SHALAT MAGHRIB JAMAK TAKDIM DENGAN SHALAT ISYA’
Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Maghrib. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’.

Niat Shalat Maghrib Jama’ Taqdim dengan Shalat Isya’

USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ISYAA’I JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat dijama’ dengan Shalat Isya’ dengan jama' taqdim makmum/iman karena Allah Ta’alla”

Niat Shalat Isya’ Jama’ Taqdim dengan Shalat Maghrib

USHALLII FARDLAL ISYAI ARBA'A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Isya' empat rakaat dijama’ dengan Shalat Maghrib dengan jama' taqdim makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

G. SHALAT MAGHRIB JAMAK TA’KHIR DENGAN SHALAT ISYA’
Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Isya’. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’.

Niat Shalat Maghrib Jama’ Ta’khir dengan Shalat Isya’

USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ISYAA’I JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat dijama’ dengan Shalat Isya’ dengan jama' ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”

Niat Shalat Isya’ Jama’ Ta’khir dengan Shalat Maghrib

USHALLII FARDLAL ISYAA’I ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Isya’ empat rakaat dijama’ dengan Shalat Maghrib dengan jama' ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

H. SHALAT ISYA’ QASHAR
Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Isya’. Jumlah Rakaat Shalat Isya’ menjadi dua rakaat.

Niat Shalat Isya’ dengan Qoshor
اصلى فرض العشاء ركعتين قصرا لله تعالى

USHALLII FARDLAL ISYA’I RAK’ATAINI QASRHRAN LILLAAHI TA’AALAA
“Aku niat Shalat Isya’ dua rakaat dengan Qashar karena Allah Ta’alla”.

I. SHALAT MAGHRIB JAMAK TAQDIM BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ISYA’
Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Maghrib. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’. Jumlah Rakaat Shalat Isya’ menjadi dua rakaat.

Niat Shalat Maghrib Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Isya’

USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ISYA’I JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Isya’ dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”

Niat Shalat Isya’ Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Maghrib

USHALLII FARDLAL ISYA’I RAK'ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Isya’ dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Maghrib dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”.

J. SHALAT MAGHRIB JAMAK TA’KHIR BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ISYA’
Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Isya’. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’. Jumlah Rakaat Shalat Isya’ menjadi dua rakaat.

Niat Shalat Maghrib Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Isya’

USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ISYA’I JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Isya’ dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”

Niat Shalat Isya’ Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Maghrib

USHALLII FARDLADH ISYA’I RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

“Aku niat Shalat Isya’  dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Maghrib dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”

Catatan :

Bila sholat diatas dikerjakan sendirian (munfarid), maka niat sholat tidak perlu ditambahi ma'muman/imaman, jadi langsung saja Lillahi Ta'ala.

Posting Komentar untuk "Shalat Jamak dan Qashar"

close